Hari ini gue
dapet pengalaman berharga banget. pelajaran hidup dimana sesusah susahnya kita pasti
ada masih ada yang dibawah kita. Setiap manusia di dunia ini pasti pernah
menerima cobaan. Seberat apapun masalah yang dihadapi pasti harus kita lewati,
ada yang kuat melaluinya ada juga yang mundur menerima kenyataan.
Perkenalkan ini teman baru saya, kakek Pratomo namanya tapi di daerahnya
sekarang tinggal biasa dipanggi pratama. Usia kakek Pratomo 80 tahun.
Yup biar gue ceritain kronologis ceritanya gimana gue bisa kenal dan
ngobrol ngobrol sama kakek Pratomo. Ketika hari minggu kemarin (27/10/2013) gue
sama frieda pengen pergi keluar ke sukajadi karna gue mau beli sesuatu. Sebelum
menuju lokasi gue sama frieda berenti dulu di indomaret gerlong deket polres
buat ke atm mandiri karna duit gue abis haha. Pas baru nyampe tiba tiba frieda
bilang “mut, liat kakek yang dipinggir jalan tadi gak? Kasih ih nafasnya kayak
yang susah gitu. Kasih apa gitu yuk” Trus gue jawab “oh iya? Gak liat tuh
fried, Cuma liat sekilas doang. hayuuu” Brbbbbb gue ngambil duit dan frieda
masuk ke dalem indomaret buat beli air minum. Setelah itu gue juga beli roti
niatnya mau ngasih buat kakek dan sekalian mecahin duit. Singkat cerita kita
berdua langsung nyamperin kakek yang masih duduk di pinggir jalan itu. Untung si
kakek masih ada disana.
Gue bilang gini “kakek lagi ngapain disini?”
“Ini lagi istirahat capek” jawab kakek sambil menggeret karung yang berisi
hasil pulungannya.
“Kek, ini ada minum. Kakek minum dulu ya.” Ucap frieda sambil membukakan
tutup botol minum untuk kakek.
Dengan semangat kakek langsung meminum air putih tersebut dengan tergesa
gesa. Sepertinya kakek kehausan sampai sampai ia minum dengan keselek. Singkatnya,
kakek sudah mulai bisa mengatur nafasnya dengan normal, sudah tidak terlihat
engap engapan lagi. Kemudian kakek bercerita tentang hidupnya.............
Mari kita kembali ke tahun 2006.
“Dulu saya tinggal di Jogja bersama isteri dan anak saya. Saya mempunyai
dua orang anak, tetapi yang satu tinggal di surabaya untuk kerja membuka salon.
Sedangkan yang satunya lagi sedang kuliah di ugm dan tinggal bersama saya dan
isteri. Anak saya kuliah di ugm di jurusan hukum baru satu tahun. Tapi ketika
tahun 2006 itu Allah memberikan musibah. Memberikan cobaan yang berat untuk
saya. Gempa di jogja meninggalkan luka yang sangat dalam. Bukan hanya saya yang
merasakannya. Tapi karena gempa tersebut saya trauma dengan kota jogja. Saya kehilangan
anak dan isteri saya. Ketika gempa berlangsung saya sedang tidak ada di rumah,
saya berada di kota Solo untuk mendatangi hajatan. Kejadian gempa itu pagi hari
sekitar setengah enam pagi disaat orang orang sedang tertidur lelap. Ketika saya
mendapat kabar jogja gempa, saya langsung pulang dan ketika sampai di lokasi
semuanya rata dengan tanah. Saya mencari isteri dan anak saya namun tidak
tertemukan. Bahkan dicari dari tumpukan tanah dengan terpong pun tak terlihat,
tak tertemukan wujudnya. Mereka sudah tidak ada. Saya tidak ditemukan. Sampai akhirnya,
tempat di daerah saya dijadikan kuburan masal. Semuanya sudah hancur. Ini benar
benar menyedihkan dan sulit diterima karena mereka pergi dengan keadaan
sebelumnya baik baik saja. Bukan karena sakit atau apa. Ini cobaan dari Allah
dan saya harus kuat menjalaninya. Saya trauma dengan kota jogja. Maka dari itu
saya pergi meninggalkan kota jogja, kemanapun asalkan saya tidak berada di
jogja meskipun di jogja masih ada saudara. Ketika itu saya pergi ke semarang
tapi tidak lama saya pindah karena saya tidak betah, disana panas banget. Terus
saya coba ke cirebon tapi sama saja saya tidak betah, saya mencari tempat yang
sejuk dan ada yang bilang ke saya kalo bandung katanya tempatnya adem. Kemudian
saya coba pergi ke bandung dan ternyata saya betah disini. tempatnya sejuk,
saya tidur tidak pakai selimutpun tidak apa apa. saya sudah dua tahun disini.
saya tinggal di daerah perkumuhan sebelah pondok hijau.”
Cerita kakek pratomo membuat saya menitihkan air mata. Saya terharu beliau
mampu melalui semuanya. Setiap hari kakek pergi mecari barang rongsokkan dengan
dimasukan ke dalam karung. Diusianya yang sudah menginjak 80 tahun, beliau
masih berusaha dengan bekerja seperti itu untuk menuskan hidupnya yang seorang
diri di kota bandung ini. Kota yang besar tanpa sanak saudara. Pagi hari kakek
pergi ke mencari barang barang bekas, kemudian ketika siang hari beliau pulang
untuk beristirahat dan menyimpan barang yang beliau dapat kemudian beliau pergi
lagi untuk melakukan pekerjaannya lagi sampai sore. Kakek menyimpan hasil yang
ia dapatkan sampai seminggu, setelah itu baru di jual. Lumayan seminggu kakek
mendapatkan 200-250rb, uang tersebut kakek belikan beras dan perlengkapan yang
lain. Mungkin nominal yang sangat kecil bagi kita untuk ukuran mahasiswa yang
ngekost. Ini benar benar menjadikan pelajaran buat saya. Di luar sana ada yang
mencari uang dengan susah payah diusianya yang 80 tahun masih harus berjuang. Harusnya
kakek bisa menikmati masa tuanya dengan tenang tanpa harus bekerja keras
sendirian seperti itu kalau saja anak dan isterinya masih ada. Mungkin.
Ohya, anak kakek pratomo yang tinggal di surabaya tidak tau kalau beliau
berada di bandung. Kata kakek dia tidak ingin membebani anaknya, kasihan kalau
dia tau pasti akan kepikiran. Ya Allah, ini satu point yang bener bener bikin
saya berfikir seribu kali tentang orang tua saya. Sengeyel ngeyelnya kita,
senakal nakalnya kita, bahkan seengak nurutnya kita pasti orang tua selalu
ingin yang terbaik untuk kita. Selalu gak ingin bikin kita khawatir. Selalu menutupi
semuanya hanya supaya anaknya senang. Yang orang tau anaknya senang dan
bahagia. Ya Allah lindungilah selalu orang tua hamba.
Terima kasih kakek pratomo, engkau membuat saya berfikir lagi tentang arti
hidup ini. Tentang perjuangan orang tua. Tentang susahnya melewati hidup. Semoga
engkau selalu dalam lindungan Allah. senang bisa mengenal kakek dan bisa
berbagi cerita tentang kakek. Semoga suatu saat kita bisa bertemu kembali dan semoga
kisah ini bisa menjadi kisah inspiratif bagi temen temen semua.